Fungsi
agama dalam masyarakat ada tiga aspek yaitu kebudayaan, sistem sosial dan
kepribadian. Ketiga aspek tersebut merupakan kompleks fenomena sosial terpadu
yang pengaruhnya dapat diamati dalam perilaku manusia, sehingga timbul
pertanyaan sejauh mana fungsi lembaga agama dalam memelihara sistem, apakah
lembaga agama terhadap kebudayaan sebagai suatu sistem, dan sejauh manakah
agama dalam mempertahankan keseimbangan pribadi melakukan fungsinya. Pertanyaan
itu timbul sebab sejak dulu sampai saat ini, agama itu masih ada dan mempunyai
fungsi, bahkan memerankan sejumlah fungsi.
-
DIMENSI
KOMITMEN AGAMA
Masalah
fungsionalisme agama dapat dianalisis lebih mudah pada komitmen agama. Dimensi
agama, menurut Roland Robertson (1984), diklasifikasikan berupa keyakinan,
praktek, pengalaman, pengetahuan dan konsekuensi.
a. Dimensi
keyakinan mengandung perkiraan atau harapan bahwa orang yang religius akan
menganut pandangan teologis tertentu, bahwa ia akan mengikuti kebenaran
ajaran-ajaran agama.
b.
Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti yaitu
perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secara nyata.
c. Dimensi
pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua agama mempunyai perkiraan
tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius pada suatu waktu akan mencapai
pengetahuan yang langsung dan subjektif realitas tertinggi, mampu berhubungan
meskipun singkat dengan suatu perantara yang supernatural.
d. Dimensi
pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan, bahwa orang-orang yang bersikap
religius akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan
upacara keagamaan, kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan mereka.
e. Dimensi
konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan tingkah laku perseorangan
dan pembentukan citra pribadinya.
-
3
TIPE KAITAN AGAMA DENGAN MASYARAKAT
Kaitan agama dengan
masyarakat dapat mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak menggambarkan
sebenarnya secara utuh (Elizabeth K. Nottingham, 1954), yaitu:
1. Masyarakat yang
terbelakang dan nilai- nilai sacral. Masyarakat tipe ini kecil, terisolasi, dan
terbelakang. Anggota masyarakat menganut agama yang sama. Oleh karenanya
keanggotaan mereka dalam masyarakat, dalam kelompok keagamaan adalah sama.
2. Masyarakat-
masyarakat pra- industri yang sedang berkembang. Keadaan masyarakat tidak
terisolasi, ada perkembangan teknologi yang lebih tinggi daripada tipe pertama.
Agama memberikan arti dan ikatan kepada sistem nilai dalam tipe masyarakat ini.
Dan fase kehidupan sosial diisi dengan upacara- upacara tertentu.
3. Masyarakat-
masyarakat industri secular. Masyarakat industri bercirikan dinamika dan
teknologi semakin berpengaruh terhadap semua aspek kehidupan, sebagian besar
penyesuaian- penyesuaian terhadap alam fisik, tetapi yang penting adalah
penyesuaian- penyesuaian dalam hubungan kemanusiaan sendiri.
-
PELEMBAGAAN
AGAMA
Pelembagaan agama adalah suatu tempat atau lembaga untuk
membimbing, membina dan mengayomi suatu kaum yang menganut agama.Agama begitu
universal , permanen (langgeng) , dan mengatur dalam kehidupan sehingga bila
tidak memahami agama , akan sukar memahami masyarakat. Hal yang perlu dijawab
dalam memahami lembaga agama adalah , apa dan mengapa agama ada , unsur-unsur
dan bentuknya serta fungsi dan struktur agama. Contohnya adalah MUI. MUI
berdiri sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah para ulama, cendekiawan
dan zu’ama yang datang dari berbagai penjuru tanah air, antara lain meliputi
dua puluh enam orang ulama yang mewakili 26 Provinsi di Indonesia pada masa
itu, 10 orang ulama yang merupakan unsur dari ormas-ormas Islam tingkat pusat,
yaitu, NU, Muhammadiyah , Syarikat Islam , Perti. Al Washliyah, Math’laul Anwar
, GUPPI , PTDI , DMI dan Al Ittihadiyyah , 4 orang ulama dari Dinas Rohani
Islam, Angkatan Darat, Angkatan Udara, Angkatan Laut dan POLRI serta 13 orang
tokoh/cendekiawan yang merupakan tokoh perorangan. Dari musyawarah tersebut,
dihasilkan adalah sebuah kesepakatan untuk membentuk wadah tempat
bermusyawarahnya para ulama. zuama dan cendekiawan muslim, yang tertuang dalam
sebuah “Piagam Berdirinya MUI,” yang ditandatangani oleh seluruh peserta
musyawarah yang kemudian disebut Musyawarah Nasional Ulama I.
Kenyataannya banyak
orang yang menjadi penganut suatu agama tetapi hanya sebagai formalitas belaka.
Dampak keadaan demikian terhadap kehidupan keberagaan di Indonesia sangat
besar. Para penganut yang formalitas itu, dalam kehidupan kesehariannya lebih
banyak mempraktekkan ajaran agam suku, yang dianut sebelumnya, daripada agama
barunya. Pra rohaniwan agama monoteis, umumnya mempunyai sikap bersebrangan
dengan prak keagamaan demikian. Lagi pula pengangut agama suku umumnya telah
dicap sebagai kekafiran. Berbagai cara telah dilakukan supaya praktek agama
suku ditinggalkan, misalnya pemberlakukan siasat/disiplin gerejawi. Namun
nampaknya tidak terlalu efektif. Upacara-upacara yang bernuansa agama suku
bukannya semakin berkurang tetapi kelihatannya semakin marak di mana-mana
terutama di desa – desa.
Demi pariwisata yang
mendatangkan banyak uang bagi para pelaku pariwisata, maka upacarav-upacara
adat yang notabene adalah upacara agama suku mulai dihidupkan di daerah-daerah.
Upacara-upacara agama sukuyang selama ini ditekan dan dimarjinalisasikan tumbuh
sangat subur bagaikan tumbuhan yang mendapat siraman air dan pupuk yang segar.
-
Contoh
dan kaitannya tentang konflik yang ada dalam agama dan masyarakat:
Contoh-contoh dan kaitannya tentang konflik yang ada dalam
agama dan masyarakat
didalam masyarakat terdapat perbedaan agama yang dianut dari masing-masing
individu namun diantara mereka tidak saling menghargai dalam perbedaan agama
tersebut , dan akan timbul permasalahan seperti:
· Konflik perbedaan
pendapat tentang agama.
· Perpecahan.
· Peperangan antar
agama.
· Pelecehan Agama.
· dll.
sumber: http://afidprima.blogspot.co.id/2015/01/agama-dan-masyarakat.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar